Andalah sebenarnya penanggung jawab penuh dari reaksi,
sikap, dan juga keputusan itu. Hasan belum memiliki prinsip kuat dalam kerangka
berpikirnya. Prinsipnya terbentuk karena kondisi dari luar, bukan dari dalam
dirinya.
Saya akan memberikan contoh lain dari sebuah fiksi dalam
melodrama layar lebar. Berkisah tentang seorang lelaki, diperankan oleh Roberto
Benigni, ayah dari anak berusia tujuh tahun. Istrinya, diperankan oleh
Nicoletta Braschi, dipisahkan oleh tentara Nazi dari keluarganya di kamp konsentrasi
Auschwitz. Keluarga itu tidak lagi memiliki kebebasan, terkurung di kamp yang
dilingkari kawat berduri dan dijaga ketat pasukan Nazi dan anjing pemburu yang
ganas. Namun, Benigni “mengondisikan” anaknya dengan mengatakan bahwa mereka
sedang bermain dalam kompetisi perang-perangan untuk mendapatkan hadiah tank
sehingga sang anak termotivasi untuk menang.
Suatu malam yang dingin, saat pakaian dan makanan tidak lagi
memadai, sang anak mulai merasakan penderitaan dan kebosanan. Ia berkata pada
ayahnya agar menghentikan permainan tersebut. Benigni merasakan perasaan sang
anak. Dengan wajah sedih dan memelas ia berkata kepadanya, “Baiklah, kita
menyerah kalah, mari kita hentikan permainan ini,” sambil membereskan pakaian
dan perlengkapan yang dimilikinya, seperti selimut kumal, baju kotor, dan
sepatu butut. Kemudian, Benigni berjalan gontai ke arah pintu keluar kamar
sambil berkata lirih, “Kita kalah…dan hadiah tank itu akan diambil oleh orang
lain.” Si anak menatap sang ayah, tiba-tiba ia berseru, “Tidak, Ayah. Saya
ingin memenangkan permainan ini dan mendapatkan hadiah tank!”
Suatu hari, mendadak pasukan Jerman melakukan aksi
pembunuhan massal di kamp tersebut karena pasukan Sekutu telah menguasai kota
Auschwitz. Benigni berusaha menyelamatkan keluarganya. Ia dan putranya
melarikan diri dari kamar dan mencari tempat persembunyian. Benigni
menyembunyikan sang anak dalam sebuah peti kayu, sambil berkata, “Nak, hari ini
adalah puncak permainan, jadi kita harus menang. Kamu harus bersembunyi dalam
peti ini, jangan sampai terlihat oleh siapa pun karena semua orang akan
mencarimu. Kamu harus mendapatkan hadiah tank itu.” Lalu, bergegaslah ia
mencari istrinya.
Sementara itu, pembantaian sedang berlangsung. Para tawanan
dipaksa berbaris menuju kamar gas. Malang bagi Benigni, ia tertangkap. Saat
digelandang oleh para tentara, ia berpapasan dengan peti kayu kecil tempat sang
anak bersembunyi. Moncong senapan mengarah di belakang kepala Benigni, sang
anak memperhatikan ayahnya dari lubang persembunyian. Seketika Benigni sadar
bahwa ia sedang diawasi anaknya, ia langsung berjalan dengan sikap tegak
layaknya seorang tentara berparade sambil memberi hormat. Sang anak merasa
senang. Dua menit kemudian, terdengar suara tembakan menyalak di balik tembok.
Benigni ditembak mati. Sang anak yang belum menyadari hal itu, sesuai pesan
sang ayah, tetap bersembunyi. Tiga jam kemudian, sebuah tank datang
menyelamatkan sang anak, dan si anak merasa telah memenangkan permainan.
Itu adalah kisah dalam film Life is Beautiful yang meraih
Piala Oscar. Kisah itu menggambarkan bagaimana seorang ayah mampu menentukan
pilihan, sikap dan reaksi atas kejadian yang menimpa anak serta dirinya. Ia
mampu mengendalikan hati dan pikirannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar