INTUISI
“Bahkan
manusia akan jadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun ia mengemukakan
dalil-dalilnya.”
QS Al-Qiyamah (Hari Kiamat) 75:14-15
Di tengah melonjaknya penjualan sebuah
produk unggulan dari PT Prima Bhakti,
CEO perusahaan tersebut justru mulai
menjajaki suatu kerja sama alternatif produk sejenis dengan perusahaan
perbankan lainnya. Tidak ada seorang pun dari tim manajemen yang mendukung hal
itu. Mereka mengatakan,
“Untuk apa lagi, bukankah kerja sama dengan
perusahaan perbankan ini sudah lancar, lagi pula perusahaan lainnya itu lebih
kecil.”
Sang CEO mengatakan,
dirinya harus bersiap-siap menghadapi kondisi bisnis
yang acapkali tak menentu
itu dengan kewaspadaan tinggi. Dorongan suara hati itu kemudian diikutinya,
walau bertentangan dengan intuisi direktur marketing yang mengatakan, “Tidak
mungkin perusahaan perbankan yang sedang bekerja sama dengan kita ini akan
memutuskan kerja sama bisnis kita. Ini proyek yang sangat menguntungkan bagi
mereka. Hitung saja setiap pelanggan membayar Rp100.000,- kepada mereka, sedang
pelanggan kita telah mencapai 50.000 orang.” Secara logika memang benar, tetapi
suara hati sang CEO mengatakan tidak. Tim manajemen tetap mengatakan, “Tidak
masuk akal.”
Benar saja, beberapa
waktu kemudian, perusahaan perbankan tersebut mengajak rapat mendadak dan
menyampaikan bahwa kerja sama terpaksa dihentikan.
Manajemen PT Prima
Bhakti terpukul. Mereka sama sekali tidak menyangka hal itu akan terjadi begitu
mendadak, namun sang CEO tersenyum karena hal tersebut telah bisa ia rasakan
sebelumnya sehingga segala sesuatunya telah ia siapkan secara matang untuk
mengantisipasi kejadian tersebut. Ia berkata, “Saya ingin memberikan pelajaran
yang berharga kepada jajaran manajemen, agar mereka tidak hanya menggunakan
kecerdasan IQ, tetapi juga intuisi.”
Akhirnya, proses pemindahan dari bank rekanan lama ke yang baru
hanya memakan waktu tak lebih dari 14 hari. Semua berjalan lancar kembali,
tanpa suatu goncangan yang berarti. Sesuatu telah menyelamatkan perusahaan
tersebut, yaitu bisikan suara hati, atau orang sering menamakannya “intuisi
bisnis.”
Seorang teman dekat Daniel Goleman berkisah
tentang seorang dokter yang ditawari kesempatan usaha.
Ia bersedia meninggalkan
tempat praktiknya untuk menjadi seorang direktur medis di sebuah kawasan
kondominium yang berorientasi pada kesehatan. Ia bersedia menginvestasikan US$
100,000 untuk usaha itu. Keuntungan yang
akan diperolehnya
ditaksir sekitar US$ 4 juta setelah tiga tahun. Kesepakatan semacam itulah yang
dijanjikan.
Sang dokter tertarik
dengan kawasan hunian itu. Di tempat tersebut, orang dapat meningkatkan
kesehatan sambil berlibur, ditambah dengan fantastisnya penghasilan yang akan
ia peroleh. Setahun kemudian, proyek kawasan peristirahatan itu bangkrut,
begitu pula dirinya.
Kini ia mengakui
bahwa sejak awal, ia memang telah merasakan firasat akan sesuatu yang tidak
beres dalam penawaran tersebut. Proyeksi yang diajukan dalam rencana bisnis itu
terlalu muluk. Suara hati sering kali membisikkan dan membimbing apa yang
dirasa benar dan apa yang dirasa salah di masa sekarang yang akhirnya
benar-benar terbukti di masa akan datang.
Dari Wabishsh bin Ma’bad berkata, “Aku
datang kepada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda, Apakah engkau datang untuk
bertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Lalu
beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa
yang karenanya jiwa dan hati menjadi tentram. Dan dosa adalah apa yang mengusik
jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan
mereka membenarkannya.”
HR Ahmad dan Ad-Darimi
“Katakanlah, ‘Masing-masing orang bertindak
sesuai dengan kebiasaannya, tapi Tuhanmu mengetahui benar siapa yang paling
terpimpin jalannya’.”
QS Al-Israa’ (Perjalanan Malam Hari) 17:84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar