SELAMAT DATANG DI DUNIA-DUNIA KEBENARANKU - Dapatkan berita terupdate dan benar di Dunia-DuniaKu :)

Selasa, 18 Maret 2014

fiksi dalam melodrama layar lebar

Andalah sebenarnya penanggung jawab penuh dari reaksi, sikap, dan juga keputusan itu. Hasan belum memiliki prinsip kuat dalam kerangka berpikirnya. Prinsipnya terbentuk karena kondisi dari luar, bukan dari dalam dirinya.

Saya akan memberikan contoh lain dari sebuah fiksi dalam melodrama layar lebar. Berkisah tentang seorang lelaki, diperankan oleh Roberto Benigni, ayah dari anak berusia tujuh tahun. Istrinya, diperankan oleh Nicoletta Braschi, dipisahkan oleh tentara Nazi dari keluarganya di kamp konsentrasi Auschwitz. Keluarga itu tidak lagi memiliki kebebasan, terkurung di kamp yang dilingkari kawat berduri dan dijaga ketat pasukan Nazi dan anjing pemburu yang ganas. Namun, Benigni “mengondisikan” anaknya dengan mengatakan bahwa mereka sedang bermain dalam kompetisi perang-perangan untuk mendapatkan hadiah tank sehingga sang anak termotivasi untuk menang.
Suatu malam yang dingin, saat pakaian dan makanan tidak lagi memadai, sang anak mulai merasakan penderitaan dan kebosanan. Ia berkata pada ayahnya agar menghentikan permainan tersebut. Benigni merasakan perasaan sang anak. Dengan wajah sedih dan memelas ia berkata kepadanya, “Baiklah, kita menyerah kalah, mari kita hentikan permainan ini,” sambil membereskan pakaian dan perlengkapan yang dimilikinya, seperti selimut kumal, baju kotor, dan sepatu butut. Kemudian, Benigni berjalan gontai ke arah pintu keluar kamar sambil berkata lirih, “Kita kalah…dan hadiah tank itu akan diambil oleh orang lain.” Si anak menatap sang ayah, tiba-tiba ia berseru, “Tidak, Ayah. Saya ingin memenangkan permainan ini dan mendapatkan hadiah tank!”

Suatu hari, mendadak pasukan Jerman melakukan aksi pembunuhan massal di kamp tersebut karena pasukan Sekutu telah menguasai kota Auschwitz. Benigni berusaha menyelamatkan keluarganya. Ia dan putranya melarikan diri dari kamar dan mencari tempat persembunyian. Benigni menyembunyikan sang anak dalam sebuah peti kayu, sambil berkata, “Nak, hari ini adalah puncak permainan, jadi kita harus menang. Kamu harus bersembunyi dalam peti ini, jangan sampai terlihat oleh siapa pun karena semua orang akan mencarimu. Kamu harus mendapatkan hadiah tank itu.” Lalu, bergegaslah ia mencari istrinya.
Sementara itu, pembantaian sedang berlangsung. Para tawanan dipaksa berbaris menuju kamar gas. Malang bagi Benigni, ia tertangkap. Saat digelandang oleh para tentara, ia berpapasan dengan peti kayu kecil tempat sang anak bersembunyi. Moncong senapan mengarah di belakang kepala Benigni, sang anak memperhatikan ayahnya dari lubang persembunyian. Seketika Benigni sadar bahwa ia sedang diawasi anaknya, ia langsung berjalan dengan sikap tegak layaknya seorang tentara berparade sambil memberi hormat. Sang anak merasa senang. Dua menit kemudian, terdengar suara tembakan menyalak di balik tembok. Benigni ditembak mati. Sang anak yang belum menyadari hal itu, sesuai pesan sang ayah, tetap bersembunyi. Tiga jam kemudian, sebuah tank datang menyelamatkan sang anak, dan si anak merasa telah memenangkan permainan.

Itu adalah kisah dalam film Life is Beautiful yang meraih Piala Oscar. Kisah itu menggambarkan bagaimana seorang ayah mampu menentukan pilihan, sikap dan reaksi atas kejadian yang menimpa anak serta dirinya. Ia mampu mengendalikan hati dan pikirannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar